Kamis, 21 Desember 2017

Diskusi dengan Mbak – Mbak Diaspora (KEPALA bukan AURAT dalam Islam?)

Kehidupan spiritual mereka pasti berat.
Menikah dengan warga Negara asing yang baru saja besyahadat di hari Ijab Qobul, tinggal dinegara yang mungkin masjid cuma ada di ibu kotanya atau mungkin tidak sama sekali.  Tentu saja bertahun – tahun tinggal dilingkungan yang sama sekali asing bagi fitrah spiritual mereka.  Berat pastinya.  Satu – satunya cara untuk menambah wawasan agama (itupun bagi yang merasa butuh), hanyalah google.

Belajar dari google seperti ‘berlatih bermain pedang dengan MUSUH’ sangat tipis antara menambah wawasan dengan nyasar pada pemahaman yang salah, ditambah dengan tidak adanya guru pembimbing dan teman diskusi yang bisa meluruskan.  Pada akhirnya, sebagian dari mereka yang memang cerdas dan berpendidikan merasa benar dengan apa yang mereka pahami.  Ini adalah level tersulit untuk bisa dimasuki selain dengan diskusi super sabar.  Karena orang yang merasa benar dengan pemahaman yang salah adalah orang yang tersulit untuk ‘didekati’.

Jadi diskusi gw dengan mbak – mbak diaspora ini, sore ini adalah tentang batasan AURAT WANITA.  Berawal dari analogi permen ( orang pasti memilih permen yang terbungkus disbanding permen terbuka yang bisa saja dirubungi lalat).  Mereka meolak keras disetarakan dengan PERMEN terbuka.    Sebenarnya  gw juga ga suka analogi wanita bethijab dengan yang tidak itu dengan sebuah permen.  Toh permen yang terbungkus juga harganya cuma seribu perak, hehhe


Begini diskusinya :

Mbak Diaspora  : Tolong diingat juga, ada banyak pengertian tentang aurat.  Dalam kalangan ulama ada banyak perbedaan dalam hal ini.  Tidak semua ulama berpendapat seperti yang mbak bilang (gw bilang ke mbak ini Al-Ahzab : 59).  Dan mereka yang bilang kalau aurat wanita TIDAK TERMASUK KEPALA dan RAMBUT juga berpedoman kepada Al-Quran dan HAdist. Diantara mereka adalah ulama- ulama SUNNI terdahulu yang mungkin juga masuk definisi Salafus salih.  Imam Abu Daud sala satu pewaris hadist termashur selain Bukhari – Muslim juga mengatakan kalau Asma binti Abu BAkar yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan adalah hadist lemah karana sanadnya terputus.  Ini baru satu contoh hadist saja mba, masih banyak hadist dan ayat Quran lain yang menjadilandasan sebagian ulama bahwa hijab rambut itu tidak wajib.  Ini perbedaan metodologi, banyak sekali perbedaan khilafiyah dalam Islam, yang merupakan perbedaan metodologi seperti penentuan idulfitri.

Gw : ………….oh iya, tentang hadist Abu Daud, dan ayat Al-Quran yang mba sebutkan tadi, boleh ga mba saya minta referensinya, semacam surat berapa ayat keberapa, kitab apa dan no hadist keberapa?

Teman – teman, mbak –mbak ini terkesan cerdas dalam berpendapat.  Dia sedikit mengerti tentang pengertian hadist berdasarkan sanadnya, cukup tau nama imam – imam besar dalam islam.  Tapi perlu sedikit tau  urutan kedudukan sumber hukum Islam (ini pendapat saya (tolong dikoreksi juka salah).

Mungkin karena jauh juga dari tanah air, bahkan mbak ini berpendapat bahwa Ustadz Abdul Somad adalah Ustadz Televisi, bahkan menyebutnya SELEBTAD (SELEBFIDZ).

Closingnya dari mbak ini
“can we do something? Untuk meluruskan pemikiran orang-orang Indonesia yang berfikiran SEXIST, mengejek perempuan berhijab yang tidak menutup kepala, menuduh wanita berpakaian terbuka sebagai pemancing tindak perkosaan”

Mungkin kita, ibu – ibu diaspora lain yang masih memahami arti surat Al-Ahzab ayat 51 ini secara literal, ibu – ibu yang sedang mendampingi suami bertugas dinegara minoritas Islam diluar sana bisa juga melakukan sesuatu untuk mereka, seperti hal nya mereka berfikir untuk melakukan sesuatu untuk orang “Indonesia” ini.  Wallahualam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar