Selasa, 18 Oktober 2016

Aib Tahajud dan Maling Pakaian Dalam

Maling Pakaian dalam (cewek) pernah mewabah disekitaran kampus gw, kampus Air Tawar (UNP). Asrama putri, kost-kostan putri dan tak luput wisma para akhwat, jadi target. Sehingga menjadi "viral" lah tentang masalah kehilangan CD BH para mahasiswi dan maling sensasi ini. Walau sebenarnya keluhan maling daleman begini ada saja sepanjang tahun di sekitaran Air Tawar Barat, tapi di tahun 2003 itu menjadi seperti wabah.
Pelakunya?
Sampai hari inipun setelah 13 tahun tidak ada yang benar-benar dipolisikan (mungkin karena owner merasa malu melapor jikapun kedapatan atau sogokan pelaku terlalu banyak sama pihak berwajib, ntahlah. Mana gw tau).

Saking viralnya, sampai2 isu maling daleman ini dibahas di Syuro wisma, dibahas diforum Annisa pekanan, jadi buah bibir para mahasiswi, termasuk gw. Saking begitu viralnya, sampai2 ada guyonan dikampus,
"Lah bara halai ilang punyo lu?)
Keterangan:
*Lah bara halai ilang punyo lu (udah berapa helai punyamu yang hilang?
*pemakaian kata "lu, gue" zaman itu adalah gaya bicara gaul ala2 anak kampus. Dan siapa yg ga memakai tata panggil gaul ini, kemungkinannya ada dua, pertama punya wadah gaul lain (panggilannya ana, antum, ukhti, akhi. Ini gw!) Atau ada bakat orisini nyebut nama sendiri dan bilang nya (aku, kamu), nah ini gw juga (dalam lingkup orang dekat tapi). Yuk dilanjut.
Nah, khusus kawasan Air Tawar Barat dan bil khususnya Wisma Alamanda 3 ini wabah pernah menelan korban. Begini ceritanya.


***
Tahajud time (mulai dari jam 03.00) itu akhwat Alamanda 3 sudah pada bangun dan masing2 ada yang bertahajud, khusus kak Yan dan uni Liza (beliau Hafidzah), maka mereka berlomba memurajaah hafalan Quran. Reminder, saat itu kak Yan penghuni kamar 7 lantai 2. Sedangkan Uni Liza, penghuni kamar 5 lantai 2. Sedangkan Alamanda 3 ini terdiri dari 3 lantai, masing2 lantainya 10, 6 dan 4 kamar dan masing-masing kamar dihuni oleh 3 mahasiswi. Kebayang dong, seberapa hebohnya Tahajjud time ini.
Disepertiga malam terakhir itu, lantunan ayat Quran terdengar merdu, menenangkan. Tapi ada juga yang sibuk di keyboard komputer mengejar target laporan praktikum dan yang ga kalah heboh adalah mesin tik Oja, teman masa kecil gw si anak Farmasi (masih Jaman?). Masih jaman ya Ja.....secara kalau ga salah zaman itu dosennya mengharuskan ketik pake mesin tik untuk menghindari plagiat berkoloni (ku rasa dosen anti punya trauma sama Bill Gates ini Ja). Peaceeeee
Lanjut......
Dan 3 akhwat baik-baik sedang tahajud di balkon lantai dua.
Terdiri dari Uni Din, Miri dan Gw. Formasi super ini. Catat dan temukan buktinya disini!
Begini,
- Uni Din, berasal dari Pasaman Barat. Tempo bicaranya cepat, kenceng dan karena memang sumatera barat yang paling utara, sehingga Pasaman Barat punya bahasa yang agak berbeda dan tidak dimengerti oleh orang Minang kebanyakan.
Contohnya
(Tidak ada) dalam bahasa Minang menjadi (indak ado), sedangkan dalam bahasa Pasaman Barat berbunyi (Ndo Lai Ndo) dan diucapkan tanpa spasi. Silahkan dicoba!
- Miri, Berasal dari Padang Panjang. Sesuai dengan temperatur udara yang sejuk di daerah ini, maka Miri adalah tipikal akhwat yang lembut, kalem tapi pasti.
- Gw, malangnya gw berasal dari kolaborasi cinta yang unik. Appa berasal dari daerah Pesisir Selatan dengan temperature pantai yang hangat, lincah, agak garang, tidak konstan dan pemaaf dan amma dari daerah Solok dengan suhu sejuk, konstan, agak manja dan penyabar. Trus gw berkepribadian ganda menurut lu? Ya engga lah!
Tapi ini gw cuma membahas karakter kita ber-3 ya, tidak selamanya wilayah tempat lahir dan bertumbuh menjadi latar belakang kebiasaan dan karakter tertentu, begithu.....
Nah, kembali ke cerita aib tahajjud.
Konon kabarnya, setelah di curi, dalaman ini dipakai buat pelampiasan sexual. Biadab memang. Dan setelah itu akan ditaro lagi secara acak, random dan ga berpola, dimana setiap “barang yang kembali” ini tidak pernah diaku oleh warga kostan-asrama-ataupun wisma (entah karena malu atau jijik atau memang trik sipemaling). Bisa aja dimaling di wisma Azzahra trus ditaro di Asrama Aspi. Atau dimaling di Wisma Adelweis dan di letakkan kembali di kostan putri sepanjang jalan Gajah atau Srigunting. Sedangkan kami Akhwat Alamanda 3 aman dari amukan pencurian daleman ini. Karena jemuran kami berada dilantai 3. Cari mati kalau mau maling sampai naik kelantai 3. Bisa2 di balado sama petugas piket dapur.
Nah untuk alamat random, tidak berlaku kata aman buat kami.
Kejadiannya malam ini,
Saat itu gw tahajjud rakaat ke dua, Uni Din dan Miri sudah duluan Sholat di balkon ketimbang gw. Lalu saat gw ruku uni Din teriak sekencang-kencangnya dan lari tunggang-langgang keruang tengah (ingat, uni Din ini memiliki kecepatan bicara yang super, vokal yang mumpuni dan bahasa yang tidak dipakai umum di Padang.
Sambil menyeret sajadah dan teriak entah apa artinya, yang gw ingat cuma "akhwaat......akhwaaat........"
Lalu semua penghuni alamanda berhamburan menyaksikan ni Din yang terengah-engah dan komat kamit istigfar.
Lu mau tau gw gimana?
Ternyata saat ni Din tereak volume 25 tadi, gw lagi rukuk. Ga pake nunggu, dari ruku gw langsung lari juga menuju ruang tengah (silahkan dibayangkan, start lari dengan posisi rukuk) dengan acara pake tersungkur dulu kesandung mukena didepan meja setrikaan. Kalau sudah begini rupanya tetap aja asli genetik campuran pantai dari appa gw dan sejuk pegunungan dari amma gw keluar. Walau langsung lari dari posisi rukuk, trus tersungkur didepan meja setrikaan, tapi gw ga bisa teriak. Mulut gw terkatup rapat, mata gw nanar, napas tersengal dan tak berkedip menatap kearah balkon. Bukan siap mau menghadang setan pengganggu tahajjud itu atau apapun. Hanya karena otak gw sejenak berhenti berfungsi mungkin dan perlu waktu untuk di re-start. tenggorokan gw berasa kering saat itu.
Miri?
Gadis lembut dan ga banyak bicara ini tiba-tiba datang dari arah balkon dengan ngesot. Entah sudah berapa lama dia kaku dibalkon dan akhirnya punya tenaga untuk ngesot kedalam. Saat poster suster ngesot beberapa tahun lalu bertebaran dimana-mana, maka begitulah gaya Miri. Sebelah tangannya memeluk sajadah dan sebelahnya melambai-lambai kearah kami diruang tengah. Hanya ada suara "ha.....hu....akhh...uh...hu...akh.....akhwa......aat". Kasihan Miri.
Kurang ingat, entah siapa diantara kami yang menjadi pahlahwan pemecah ketegangan. Berinisiatif mencari penyebab kegaduhan. Mulailah uni Din diinterview.
Uni Din masih gagu, ada yang melempar katanya. “Punggung Diani ditimpuk, empuk”
Lalu akhwat hero kami ini berjalan gontai kearah balkon, berusaha menemukan penimpuk empuk seperti keterangan korban diatas.
Daaannnn......CELANA DALAM WARNA PINK UKURAN XXXL YANG MASIH (SUDAH) BASAH.
Semua kami paham akan apa yang barusan terjadi. Celana dalam itu, basah pula, dan seperti penjelasan seorang senior. Pasti laki-laki FETISISM itu tetsenyum puas melenggang pergi. Kalau saja tau wajahnya, gw berani bersumpah, gw tabok pake wajan panas.
Lalu kami semua saling tatap, istigfar berulang-ulang dan selanjutnya ekspresi geram, kesal, dan mengutuk perbuatan lelaki NERAKA itu. Lidah gw berangsur lemes dan tiba-tiba merosot kelantai . Wajah uni Din merah jambu, trus katanya "maafin ni Din yo akhwat"
Lalu selama hampir tiga bulan, tidak ada lagi yang berani tahajjud di balkon.


*memoir of Alamanda 3
**iya, tahajjud pun gw engga khusyu' (kebanyakan debat, kebanyakan nyolot sama dosen matkul agama yang liberal, kebanyakan ikut aksi ke DPRD, kebanyakan bikin poster mengutuk Ariel Sharon, kebanyakan ikut safari partai ketimbang kuliah, dan itu intinya traveling gaya jetset, maka durhakalah gw sama amma appa, kuliah ga tamat-tamat).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar