Menikah dengan warga Negara asing
yang baru saja besyahadat di hari Ijab Qobul, tinggal dinegara yang mungkin
masjid cuma ada di ibu kotanya atau mungkin tidak sama sekali. Tentu saja bertahun – tahun tinggal
dilingkungan yang sama sekali asing bagi fitrah spiritual mereka. Berat pastinya. Satu – satunya cara untuk menambah wawasan
agama (itupun bagi yang merasa butuh), hanyalah google.
Belajar dari google seperti
‘berlatih bermain pedang dengan MUSUH’ sangat tipis antara menambah wawasan
dengan nyasar pada pemahaman yang salah, ditambah dengan tidak adanya guru
pembimbing dan teman diskusi yang bisa meluruskan. Pada akhirnya, sebagian dari mereka yang
memang cerdas dan berpendidikan merasa benar dengan apa yang mereka
pahami. Ini adalah level tersulit untuk
bisa dimasuki selain dengan diskusi super sabar. Karena orang yang merasa benar dengan
pemahaman yang salah adalah orang yang tersulit untuk ‘didekati’.
Jadi diskusi gw dengan mbak –
mbak diaspora ini, sore ini adalah tentang batasan AURAT WANITA. Berawal dari analogi permen ( orang pasti
memilih permen yang terbungkus disbanding permen terbuka yang bisa saja
dirubungi lalat). Mereka meolak keras
disetarakan dengan PERMEN terbuka. Sebenarnya
gw juga ga suka analogi wanita bethijab dengan yang tidak itu dengan
sebuah permen. Toh permen yang
terbungkus juga harganya cuma seribu perak, hehhe